Bab 2
Bab 2
Lima tahun setelahnya. Bandara Internasional Metro. Seorang anak laki-laki yang mengenakan jumpsuit biru dan kemeja kotak-kotak muncul dan menjadi pusat perhatian orang-orang. Rambutnya yang sedikit keriting, fitur wajahnya yang lembut, dan bulu matanya yang tebal seperti boneka. Masih kecil saja sudah begitu menawan, kelak kalau sudah dewasa pasti akan menjadi idaman berjuta-juta wanita. Dan pada saat orang-orang penasaran dengan siapa ibu cantik dari pria kecil ini, seorang wanita dengan bintik-bintik di wajahnya, dan bibirnya yang tebal memanggil pria kecil itu. “Sayang, apa kamu sudah membeli Cola nya?” “Sudah, Bu.” Satu panggilan itu langsung membuat para gadis, ibu- ibu yang melihatnya melongo, pria kecil yang bagaikan bangsawan itu bagaimana bisa memiliki seorang ibu yang begitu…? Sejak ibunya mengenakan topeng wajah yang menakutkan itu, pemandangan seperti ini sudah tidak jarang dia temui. Dia berjalan ke sisi Samara, dan menyerahkan Cola ditangannya kepadanya, lalu dia sendiri meminum air putih dengan patuh. “Ibu, topeng jelek ini mau ibu kenakan sampai kapan?” “Sayang, kamu sedang mengataiku jelek?” “Ibu, mana mungkin, saya…saya hanya takut kamu akan tidak nyaman karena mengenakannya terlalu lama.” Javier merasa bersalah setelah mengatakannya, dia tidak mempunyai hak untuk mengatai ibunya sendiri! Mereka bertiga sekeluarga, Samara, Xavier dan Javier, yang paling jelek adalah Javier. Sebagai yang paling jelek diantara mereka sekeluarga, dia tentu tidak mempunyai hak, dan tidak memiliki keberanian itu untuk berkomentar tentang penampilan ibunya. “Sayangku, baguslah kalau kamu tahu kamu yang jelek ya.” Orang-orang yang berlalu-lalang membelalak ketika mendengar ucapannya, apakah mereka yang tidak memiliki selera estetik? Jelas-jelas ibunya jauh lebih jelek dibandingkan anaknya! …… Melalui jendela besar di bandara, Samara menatap kota yang begitu akrab namun begitu asing baginya, dan sudut bibirnya terangkat. Sudah lima tahun. Sudah waktunya untuk menagih dan memperhitungkan semua hutang-hutang Keluarga Wijaya padanya! Dan saat Samara sedang melamunkannya, seorang gadis kecil yang begitu putih dan berkulit halus bagaikan giok terjatuh dan menabrak kakinya, gadis kecil itu tidak berdiri, dan terus terdiam di lantai. Samara berjongkok dan memapah gadis itu untuk berdiri. “Apa ada yang terbentur? Sakit tidak?” Sepasang matanya yang hitam menatap Samara tanpa berkedip. Dia tidak menangis, juga tidak membuat keributan atau mengeluh kesakitan, hanya membuka mulutnya dengan lembut : “Ibu…ibu….” Javier yang berwajah tembem itu terlihat cemburu :Belongs to (N)ôvel/Drama.Org.
“Hei hei hei! Kamu tidak boleh memanggil ibu sembarangan! Dia ini ibuku, bukan ibumu!” Olivia tidak memperdulikan Javier, dan langsung memeluk Samara. Samara merasakan gadis kecil ini memeluknya dengan sangat erat, seolah takut kehilangannya. Javier yang berdiri disampingnya sudah cemberut karena cemburu, tapi Samara malah memberinya isyarat untuk tetap diam, jadi dia hanya berdiri disana dan meminum airnya sampai habis dengan raut wajah tidak senang. “Apakah kamu tersesat dan kehilangan ibumu? Dimana ibumu? Saya akan membawamu kesana ya?” Olivia terus menggelengkan kepalanya, dan wajahnya terlihat panik. Samara merasa kalau anak ini hanya merasa aman dengannya dan membelai wajahnya : “Percayalah pada bibi ya? Bibi akan membantumu mencari ibumu.” Olivia yang berusia lima tahun tidak bisa berbicara, dan tidak bisa mengeluarkan suara. Samara Tapi hari ini dia bertemu dengan Samara, dia memang tidak bisa mengatakan kalau dia menyukainya, namun berada dihadapannya dia tiba-tiba bisa mengeluarkan suara dan memanggilnya ibu. Olivia sendiri juga tidak tahu apa alasannya, namun dia sangat ingin menjadikan Samara tempat bernaungnya. Gadis kecil itu juga sangat keras kepala, dia terus berbisik kepada Samara. “Ibu…ibu….” Samara juga kewalahan dibuat oleh Olivia, sedangkan Javier sudah sangat cemberut karena kecemburuannya. Di sisi lain, Tuan Muda kedua Keluarga Costan, Alfa yang akhirnya menemukan sosok putri keluarga Costan, Olivia merasa sangat lega dan bersyukur! Kalau dia tidak bisa menemukan putri kecil itu, maka kakaknya pasti akan mengirimnya ke neraka! Alfa yang melihat Olivia sedang bersama dengan seorang wanita tidak dikenal, bersiap segera membawanya pergi. Namun, detik berikutnya, dia mendengar Olivia yang tidak pernah berbicara sedang mengoceh. “Ibu….” Alfa tercengang hebat, dia berjongkok dan meraih bahu Olivia dengan tatapan tidak percaya. “Putri kecil, apa yang baru kamu katakan tadi? Bisa tidak kamu katakan sekali lagi?” Olivia yang melihat Alfa menyusulnya, menunjuk Samara : “Ibu….Ibu…..” Alfa menoleh kearah Olivia menunjuk dan melihat sebuah wajah yang penuh dengan bintik dan bengkak, dan sama sekali tidak menarik. Apa-apaan? Kenapa putri kecil keluarga mereka malah meneriaki wanita itu ibunya? Alfa bertanya dengan kaget : “Kamu? Apa yang sebenarnya kamu lakukan pada Olivia?” “Apa kamu ayah dari anak ini? Apa kamu masih punya muka untuk bertanya padaku?” Samara merasa gadis kecil itu merasakan ketidak amanan dan berkata dengan marah : “Gadis kecil yang selucu ini tidak kamu jaga dengan baik,
seburuk apa kamu memperlakukannya sampai-sampai dia terus memanggilku ibu?” Alfa kembali tercengang : “Dia memanggilmu ibu?” Samara memutar bola matanya : “Lantas apa dia sedang memanggilmu ibu?” “……” Alfa menegaskan kembali beberapa kali sebelum perlahan mencerna ketidakpercayaan di hatinya. “Izinkan saya memperkenalkan diri, saya adalah paman keduanya Olivia, Alfa.” “Keterkejutanku tadi dikarenakan Olivia sudah menderita afasia sejak kecil, dia tidak pernah berbicara kepada siapapun.” Mengetahui bahwa gadis kecil itu tidak dapat berbicara, mata Samara berkilat, dan dia tiba-tiba merasa sedikit menyayangkannya. “Olivia, apakah dia paman yang bisa dipercaya?” Olivia menganggukkan kepalanya. “Olivia, apakah yang dia katakan benar? Kalau kamu tidak bisa berbicara?” Olivia kembali mengangguk. “Karena pamanmu sudah menemukanmu, maka kamu pulanglah dengan dia ya.” Samara membelai kepala gadis kecil itu. Olivia juga tidak membuat keributan, dia menatap Samara yang menggandeng Javier pergi dengan patuh. Alfa awalnya ingin bertanya kenapa putri kecil ini tiba-tiba membuka suaranya dan berbicara, dan tatapannya yang penuh arti. Tatapan itu, apakah pantas? Namun dia melihat kalau Olivia sudah meneteskan air mata sejak tadi, hidungnya bahkan sudah memerah.